PROFIL PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN
‘AL-ASY’ARIYYAH 2’
Deroduwur, Mojotengah, Wonosobo
A. PENDAHULUAN
Pondok Pesantren keberdiriannya dalam masyaraat Islam
adalah sebagai benteng yang kokoh, karena di dalamnya muncul tokoh-tokoh Ulama'
Kiyai, serta generasi penerus yang memperjuangkan Syariat agama islam yang
benar-benar menguasai akan ajaran-ajaran keagamaan, baik secara kontekstual
maupun tekstual.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Asy'ariyyah dalam
mendidik para santrinya, mengkolaborasikan antara sistem Kholafiyyah (Modern) serta system Salafiyyah (Tradisional) sehingga terjadilah
keseimbangan menurut roda perputaran zaman. Sistem tersebut dikenal oleh banyak
kalangan masyarakat sebagai sistem semi modrn. Pada sistem pembelajarannya PPTQ
Al-Asy'ariyyah menitik beratkan pada tiga komponen sebagai ciri khasnya yaitu :
Al-Qur'an Al-Karim (dengan Tahfidzul Qur'annya), kajian Kitab Kuning.
B. VISI, MISI, dan TUJUAN PPTQ AL-ASY’ARIYYAH 2
1.
Visi
“Berilmu Amaliyah, Beramal Ilmiyah, Berakhlakul
Karimah, Bermuasyaroh Basyariyyah, dan Berjiwa Qur’ani”
2.
Misi
A.
Menumbuh kembangkan sikap Akhlaqurl Karimah pada santri yang sesuai
dengan syari’at Islam dan berpegang teguh pada
Al-Qur’an
B.
Melaksanakan Bimbingan, Pembelajaran dan penghayatan nilai-nilai
Islam secara optimal dalam konteks
Tafaquh Fiddin
C.
Menumbuhkan sikap Kompetetif pada santri untuk meraih prestasi spiritual ‘ala Ahlussunnah wal jama’ah
D.
Menerapkan
menejemen partisipatoris dengan melibatkan semua kelompok yang ada
E.
menumbuhkan semangat keterpaduan
yang sinergis antara Emotional, Intelektual, dan sepiritual.
3.
Tujuan
1.
Membentuk
pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah,
bertanggungjawab dalam menjalankan amanah, serta berjiwa Qur'ani dan
mengamalkannya
2.
Mewujudkan
wadah pengembangan idealisme ilmiah yang terjangkau oleh masyarakat
C.
SEJARAH
BERDIRINYA PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR'AN AL-ASY'ARIYYAH 2
1.
Periode
Pertama K. Muntaha bin Nida' Muhammad (1832-1859)
Pada tahun 1830 Pangeran Diponegoro ditangkap atas tipu daya Belanda di
Magelang termasuk para pengawalnya juga dilucuti. Diantara prajurit pengawalnya
yang sempat meloloskan diri dari kejaran Belanda adalah Raden Hadiwijaya dengan
nama samaran KH. Muntaha Bin Nida' Muhammad. Pada tahun 1832 KH. Muntaha tiba
di Desa Kalibeber yang waktu itu sebagai ibu kota Kawedanan Garung. Beliau
diterima oleh mbah Glondong Jogomenggolo, beliau mendirikan Masjid dan
Padepokan Santri di Dusun Karangsari, Ngebrak, Kalibeber, dipinggir sungai
Prupuk yang sekarang dijadikan makam keluarga Kyai.
Ditempat ini beliau mengajarkan agama islam kepada anak-anak dan masyarakat
sekitar. Ilmu pokok yang diajarkan adalah baca tulis Al-Qur'an, Tauhid, dan
Fiqih. Dengan penuh ketekunan, keuletan dan kesabaran, secara berangsur-angsur
masyaraat Kalibeber dan sekitarnya memeluk agama Islam, atas kesadaran mereka
sendiri. Mereka meninggalkan adat-istiadat buruknya seperti berjudi, manyabung
ayam, minum khomr, dll. Karena Padepokan Santri lama kelamaan tidak mampu
menampung arus santri dan terkena banjir sungai Prupuk maka
kegiatan pesantren dipindahkan ketempat yang sekarang dinamai Kauman,
Kalibeber. Sedangkan yang tinggal di Padepokan baru yang tidak mau secara
sukarela memeluk Islam, atas kemauan sendiri banyak yang meninggalakan kampung
itu. Daerah selatan pesantren yang semula dihuni oleh Etnis China akhirnya
ditinggalkan penghuninya, dan nama Gang Pecinan sampai sekarang masih
dilestarikan. K. Muntaha wafat pada tahun 1860, setelah 26 tahun memimpin
pesantren. Beliau digantikan oleh putranya KH. Abdurrochim bin KH. Muntaha.
2.
Periode
ke-Dua KH. Abdurrochim (1860-1916)
Mulai tahun 1860, KH. Abdurrochim bin KH. Mutaha menerima estafet tugas
mulia memimpin pesantren dari ayahnya. Beliau adalah seorang Kiyai yang ahli
dalam bidang pertanian dan tidak suka berpolitik praktis. Beliau juga ahli
Tasawuf. Sejak mudanya beliau telah dipersiapkan untuk meneruskan perjuangan
menyiarkan islam dan memimpin pesantren. Beliau pernah nyantri di Pondok
Pesantren K. Abdullah bin KH. Mustahal Jetis, Parakan, Temanggung, bahkan
beliau dijadikan menantunya. Dibawah asuhan KH. Abdurrochim pesantren semakin
maju. Satu hal yang sangat menarik dari Al-Maghfurllah KH. Abdurrochim adalah
keahliannya dalam menulis Al-Qur'an. Sehingga ketika beliau pergi berhaji
selama dalam perjalanan beliau menulis Qur'an dengan tangan Beliau sendiri
sampai ketika beliau tiba di Kampung halaman penulisan Al-Qur'an tersebut dapat
selesai sempurna 30 juz. Peristiwa bersejarah inilah yang nantinya menjadi
sumber inspirasi bagi cucu Beliau yaitu Al-Maghfurllah KH. Muntaha Alh untuk
membuat Al-Qur'an raksasa, yang menjadi Al-Qur'an terbesar di dunia. Dalam
memimpin pesantren Beliau masih melestarikan sistem dan materi pendidikan
peninggalan Ayahandanya. Bertepatan pada tanggal 3 Syawal 1337 H atau 1916
Masehi, KH. Abdurrochim dipanggil yang Maha Kuasa dan dimakamkan dibekas
komplek Pondok Karang Sari, Ngebrak. Sepeninggalan Beliau, kepemimpinan
pesantren diteruskan oleh putranya KH. Asy'ari bin KH. Abdurrochim.
3.
Periode
ke-Tiga KH. Asy'ari bin KH. Abdurrochim (1917-1949)
KH. Asy'ari mempunyai 2 saudara yaitu : KH. Marzuki dan Nyai Hj. Maemunnah
(istri KH. Syuchaimi dari Malaysia).Beliau mempunyai wiridan rutin membaca
Dalailul khoirot kemanapun beliau pergi selalu membawa kitab tersebut. Beliau
mempunya dua istri yaitu Nyai Hj. Safinah (Ibu kandung Al-Maghfurllah
KH.Muntaha) dan Nyai Hj. Supi'ah (Ibu kandung KH. Mustahal Asy'ari). KH.
Asy'ari pernah nyantri di Krapyak Yogyakarta dan ketika itu Beliau diajak oleh
KH. Munawwir untuk mengikuti (Ndere'ake) menuntut ilmu di Mekkah selama + 17 tahun. Pada saat nyantri di Mekkah inilah
Beliau rutin membaca Al-Qur'an, bahkan setiap hari bisa Khatam. selain itu
Beliau juga pernah nyantri di Sumolangu, Kebumen, dan Termas Pacitan. Beliau
meneruskan kepemimpinan Ayahandanya. Pada masa itu Indonesia telah melahirkan gerakan-gerakan
Nasional, baik yang berdasarkan agama maupun kebangsaan. Pada tahun-tahun
terakhir kehidupan beliau, Indoneia sedang gigih-gigihnya menentang kembali
penjajahan Belanda oleh karena itu pesantren mengalami masa surut sebagian
santrinya ikut dalam geriliya melawan Penjajah. Pada aksi Polisionil kedua
(Agresi Militer Belanda II) itu Belanda menyerang wilayah Wonosobo bahkan
sampai ke Desa Dero Ngisor + 5 Km
dari Kalibeber kesebalah barat. Pondok Pesantren pun tak luput dari amukan
Belanda bahkan Al-Qur'an tulisan tangan Al-Maghfurllah KH. Abdurrochim ikut
dibakar. Sementara itu KH. Asy'ari yang sudah lanjut usia terpaksa mengungsi ke
Dero Duwur + 8 Km dari Kalibeber. Ternyata Belanda tidak berani meneruskan
pengejaran Ulama' ini sampai ketempat pengungsian. Dalam pada itu Beliau sedang
sakit keras dan kemudian wafat dalam pengungsian dan dimakamkan disana pada
tanggal 13 Dzulhijah 1371 H/ 1949 M.
Menurut satu sumber yang dapat dipercaya (saksi sejarah yang masih hidup)
termasuk dari satu keistimewaan Beliau adalah suatu ketika masjid dan pondok
pesantren di Bom oleh Belanda namun berkat doa Beliau bom tersebut tidak
meledak, malah berubah menjadi Singkong (Bodin- Bahasa Kalibeber red). Satu hal
yang perlu dicatat bahwa wafatnya KH. Asy'ari teleh menyiapkan putra-putranya
untuk kaderisasi kepemimpinan. Seluruh putranya dikirim ke berbagai Pondok
Pesantren satu diantara putranya ialah KH. Muntaha Alh bin KH. Asy'ari
4.
Periode
ke-empat
1.
KH.
Muntaha Al-Hafidz bin KH. Asy'ari
KH. Muntaha Alh atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Mbah Munt adalah
seorang Ulama' legendaries, dan Kharismatik. Beliau dijuluki sang Maestro
Al-Qur'an. Dibawah kepemimpinan Beliau inilah Al-Asy'ariyyah menumui kemajuan
yang sangat pesat, dengan pertambahan santri yang menjadi ribuan dan juga
pertambahan lembaga-lembaga pendidikan dibawah naungan Yayasan Al-Asy'ariyyah.
Dan dengan satu karya yang sangat fenomenal yaitu : Al-Qur'an Akbar (Al-Qur'an
terbesar di Dunia) yang kini disimpan di bait Al-Qur'an Taman Mini Indonesia indah
(TMII).
Beliau adalah
sosok ulama' yang juga pandai berpolitik, semasa masih muda beliau pernah
menjadi anggota konstituante dari fraksi NU, tetapi beliau bukanlah politisi.
Garis Politik beliau adalah mengutamakan kemaslahatan umat dari pada sekedar kepentingan/ambizi
pribadi. Beliau juga seorang pejuang kemerdekaan, Beliau pernah ikut
pertempuran di Palagan Ambarawa sebagai Komandan BMT (Barisan Muslim
Temanggung). Mbah Munt adalah seorang Ulama' yang serius dan kreatif,
sederhana, pemurah, dan seorang pribadi yang berakhlakul karimah. Orang-orang
menyebutnya berhati Segara (laut), hatinya bagai samudera luas dan seperti air,
setinggi apapun tempatnya air mengalir kearah dan tempat yang lebih rendah.
Dalam perjuangan
memasyarakatkan Al-Qur'an, beliau mendirikan Yayasan Himpunan Penghafal
Al-Qur'an dan dan pengajian Al-Qur'an. (Jama'atul Qur'an wa Diraasat Al-Qur'an
atau YJHQ) yang menghimpun para Hafidz-Hafidzah se-Kabupaten Wonosobo. Beliau
sering menasihati murid-muridnya untuk menghataman Al-Qur'an minimal seminggu
sekali. Beliau juga penyusun Tafsir Maudlu'I yang kini
berjudul Tafsir Al-Muntaha.
Beliau adalah
hamba Allah dalam arti yang sebenarnya. Dalam zuhud dan taqwa beliau telah
sampai pada maqam ma'rifat, keyakinan hatinya begitu tinggi sehingga seluruh
hidupnya penuh dengan ketaatan kepada Allah SWT. Jiwa dan makna ma'rifat beliau
berbeda sekali dari sikap hidup para zahid yang menjauhi dunia. Sebaliknya
Irfan atau daya ma'rifat Mbah Muntaha adalah irfan yang positif dan dinamis,
yakni penuh perhatian dan pemahaman terhadap masalah-masalah di sekitarnya.
Banyak wali yang hidup zuhud dan menjauhi dunia. Tetapi Beliau adalah wali yang
Zahid dan membangun dunia.
Sejak pondok
pesantren dipimpin oleh Al-Maghfurllah KH. Muntaha Alh, maka berbagai langkah
inovativ dan pengembangan mulai dilakukan diberbagai aspek. Sehingga jika
sekarang kita melihat perkembangan pesantren ini tida lain adalah karena jasa
dan perjuangan beliau. Langkah pengembangan tersebut disesuaikan dengan situasi
dan kondisi masyarakat. Pengembangan itu antara lain dalam masa-masa awalnya,
pesantren pesantren yang lebih mnegkhususkan pada pengkajian dan hafalan
Al-Qur'an masih tetap dipertahankan bahkan lebih dikembangkan lagi. Sehingga
dalam waktu tidak lama jumlah santripun bertambah banyak.
2.
KH.
Mustahal Asy'ari bin KH. Asy'ari
Apabila kita membicarakan KH. Muntaha, Alh maka tidak akan berpisah dari
tokoh pendampingnya yaitu KH. Mustahal Asy'ari (Adik Beliau). Beliau dilahirkan
pada tahun 1926 + 14 tahun lebih
muda dari KH. Muntaha. Beliau mengawali menuntut ilmu dibawah bimbingan
langsung dari ke-dua orang tuanya sendiri. Kemudian beliau mesantren pertama
kali kepada Syech KH. Muntaha Parakan Temanggung pada tahun 1946 selama 1
tahun. Kemudian beliau meneruskan nyantri di Lasem dibawah asuhan KH. ……dari
tahun 1947 sampai dengan 1951. setelah itu beliau memperdalam ilmu di Pondok
Pesantren Al- Munawwir Krapyak Yogyakarta di bawah bimbingan langsung KH.
Munawwir, Alh selama 3 tahun. Selama mesantren beliau "Tirakat"
dengan tidak pernah makan nasi selama 13 tahun. Setelah dirasa cukup beliau
pulang kerumah untuk membantu dakwah memperjuangkan syari'at islam di Kampung
halamannya, Dengan mengawali mendirikan TK dan MI Ma'arif. Pada tahun 1958
beliau melaksanakan sunah Nabi SAW yaitu melangsungkan pernikhan dengan Nyai.
Tisfiyyah dari Kertijayan, Buaran, Pekalongan. Dari pernikahan ini dikaruniai 6
Orang putra yaitu : Mustaqimah, Masudan Asy'ari, Atho'illah Asy'ari,
Mukarromah, Muhammad Muhlis dan Affan Mastur. Beliau pernah menjabat sebagai
Ketua NU, Ketua Fatayat, Ketua Muslimat, Dan Ketua GP Anshor Cabang Wonosobo.
Disamping itu beliau adalah sebagai pegawai KUA. Beliau juga menjabat sebagai
anggota DPRD Kabupaten Wonosobo pada tahun 1961-1966. hal yang sangat patut di
teladani oleh para santri adalah ke-istiqomahan beliau, salah satunya ialah
dalam hal sholat 5 waktu. Sampai sekrang beliau masih aktif menjadi imam harian
di Masjid Baiturrochim.
3.
Periode
ke-Lima (sekarang) KH. ACHMAD FAQIH MUNTAHA
Beliau adalah putra sulung KH.Muntaha Alh dari istri yang bernama Nyai Hj
Maiyan jariyah, lahir di Kalibeber pada tanggal 3 Maret 1955. beliau akarb
dipanggil dengan Abah Faqih. Beliau mempunyai 5 putra dan 1 putri yaitu ;
1. H. Abdurrohman Al-Asy'ari, Alh, S.H.I
2. H. Khairullah Al-Mujtaba, Alh
3. Siti Marliyah
4. Nuruzzaman
5. Fadlurrohman Al-Faqih
6. Ahmad Isbat Caesar
Putra-putri beliau sudah ada yang menyelesaikan pendidikan baik formal
maupun non formal, baik S1 maupun tahfidzul Qur'an dan juga pondok pesantren.
Bahkan putra beliau yang pertama dan kedua adalah alumnus Yaman "Ribat
ta'lim Khadzral maut" dibawah asuhan Habib Salim As-Satiri
1.
Riwayat
Pendidikan
Beliau menjalani masa kanak-kanak dibawah asuhan
langsung dari Almaghfurlah KH. Muntaha Alh. Selain itu beliau juga sekolah
formal di SD Kalibeber, sedangkan SMP di Wonosobo yang kemudian melanjutkan di
STM juga di wonosobo setelah selesai sekolah formal bilau dikirim untuk belajar
di pesantren seperti kebayakan gus-gus yang lain. Pada tahun 1973 beliau
nyantri di Pondok pesantren termas Pacitan dibawah asuhan KH. Chabib Dimyati,
sampai tahun 1978. kemudian beliau pindah ke Krapyak yang pada waktu itu diasuh
oleh beliau KH. Ali Maksum (juga termasuk salah satu teman seperjuangan Simbah
Muntaha Alh) selama 1 tahun. Selanjutnya beliau nyantri lagi di Buaran
Pekalongan kepada Al-Mukarrom KH. Syafi'I yang juga terkenal sebagai salah satu teman seperjuangan Al-Maghfurllah Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz.
Setelah itu pada tahun 1980 beliau pulang keKalibeber yang dilanjutkan dengan
nyantri di kaliwiro kepada seorang kiyai yang terkenal dengan panggilan Mbah
Dimyati. Belum genap satu tahun beliau kemudian melaksanakan akad nikah dengan
salah seorang santri kalibeber yang bernama Shofiah binti KH
Abdul Qodir Cilongok Banyumas, kendati beliau telah melangsungkan pernikahan,
namun bukan berarti akhir dalam menuntut ilmu, karena beliau masih tetap
nyantri dengan Mbah dimyati di Kaliwiro selama kurang lebih satu tahun. Ketika
di kliwiro inilah beliau mendalami kitab-kitab yang besar antaralain : Shoheh
Bukhori, Shoheh Muslim, Ihya' Ulummuddin, Tafsir Al-Munir, dan lain-lain.
Kemudian beliau mukim membantu perjuangan Ayahanda beliau yaitu Simbah KH.
Muntaha Al-Hafidz(Alm). Selama masa nyantri tersebut beliau mempunyai hobi yang
sangat unik yang sama dengan hobinya Gus Dur yaitu Ziarah Qubur, beliau juga
terkenal sebagai santri yang mempunyai dedikasi dan disiplin yang tinggi dan
selalu mentaati peraturan (Qonun) pondok pesantren yang ada walaupun beliau
adalah putra seorang Ulama besar yang kharismatik.
2.
Perjuangan
Pendidikan
Setelah pulang dari pesantren (Mukim pada tahun 1980) beliau aktif membantu
mengajar di Pondok pesantren milik Ayahandanya dan ikut perkecimpung dalam
masyarakat. Waktu itu santri di kalibeber baru sekitar 50 orang putra dan putri
dengan prioritas Tahfidzul Qur'an (menghafal A-Qur'an) dan menggunakan sistem
salafy. Pertama kali beliau mengajar pada santrinya
yaitu kitab "Burdah" yang bertempat di masjid Baiturrochim. Selain
mengajar pada santri beliau juga mengajar Diniyah ba'da dzuhur untuk orang
kampung yang waktu itu bertempat di MI Ma'arif. Adapun kitab-kitab yang pernah
beliau khatamkan antaralain adalah : Taqrib, Bidayatul Hidayah, Sulamuttaufik,
Safinah, dll sedangkan untuk ilmu nahwu diampu oleh teman beliau yaitu Bp H.
quraisyin. Disamping mengajar, beliau juga ikut aktif dalam mendirikan
lembaga-lembaga formal antara lain : SMP, SMA, SMK Takhassus Al-Qur'an dan IIQ
(Sekarang UNSIQ). Beliau juga meneruska cita-cita ayahanda beliau yang belum
terrealisir diantaranya : SD Takhassus Al-Qur'an, Darul Aitam, Menara Masjid
Baiturrochim, dan gedung baru Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah. Beliau juga
mendirikan kelas jauh diantaranya adalah : SMA Takhassus Al-Qur'an
di Kepil, SMP + SMA Takhassus Al-Qur'an di Ndero duwur
plus Pondok pesantren tanpa pemungutan biaya, Pondok Pesantren +
SMA dan SMP Takhassus Al-Qur'an di Kalimantan barat, SMP TAQ Di Majalengka, di
Tumiyang Purwokerto, di Buntu Banyumas, serta di Baran Gunung Ambarawa, dan masih
banyak lagi. Satu cita-cita beliau yang belum terrealisasi adalah menjadikan
Kalibeber sebagai "Semacam Vatikan" di Indonesia. Dimana nanti setiap
fatwa dari kalibeber akan di patuhi oleh semua pemeluk islam diseantereo
Nusantara.
3.
Perjuangan
Organisasi
Dalam bidang organisasi beliau aktif di Mabarot. Dan selanjutnya aktif di
Tanfidziyah Ranting kalibeber, sekretaris MWC Mojotengah. Tercatat mulai Tahun
1996 sampai sekarang beliau aktif sebagai Mustasyar NU cabang Wonosobo. Dulunya
Beliau juga aktif dalam partai politik antara lain P3, Golkar dan PKB. Namun
demi kemaslahatan umat mulai tahun 2004 hingga sekarang beliau netral. Selain
itu beliau juga menjadi salah satu sesepuh di Kalibeber bahkan di Wonosobo
beliau termasuk salah satu Kiyai yang paling disegani.
D. KLASIFIKASI
ASRAMA
Disadari ataupun
tidak pengaruh lingkungan dalam pembentukan karakter seseorang amatlah sangat
dominan. Banyak study kasus mengatakan seseorang yang awalnya punya karakter
yng baik setelah hidup dalm lingkungan yang rusak lambat-laun dia
terkontaminasi dan pada akhirnya mengikuti arus yang ada. Dengan alasan inilah
PPTQ Al-Asy'ariyyah 2 menerapkan pola pemisahan asrama yang disesuaikan dengan
jenjang kelas dalam pendidikannya.
Adapun rinciannya adalah :
1. Asrama Putra MA
(seluruh santri MA dari kelas X, XI dan XII) 1 Asrama
2. Asrama Putra SMP (seluruh
santri SMP dari VII, VIII dan IX ) 1 Asrama
3. Asrama Putri MA
(seluruh santri MA dari kelas X, XI dan XII) 1 Asrama
4. Asrama Putri SMP
(seluruh santri SMP dari VII, VIII dan IX ) 1 Asrama
5. Kantor pengurus
putra 1
6. Kantor pengurus
putri 1
7. Kamar pembina Putra
3
8. Kantor pengurus
putri 1
9. Asrama santri Salaf
kelas putra ( non sekolah ) 1
10. Asrama santri Salaf
kelas putri ( non sekolah ) 1
E. PROGRAM PENDIDIKAN
1. Madrasah Diniah
Salafiyah ( Non sekolah)
Dewasa ini
disadari atau tidak talah terjadi pergeseran moral yang sagat jauh dari apa
yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam pola
perilaku kehidupan masyarkat, khususnya generasi mudanya. Itu semua terjadi
dikarenakan pengausaan nilai-nilai agama yang sangat minim berikut
pengamalannya. Untuk menjawab rasa kekhawatiran melihat kondisi masyarakat
tersebut, Diniyah Salafiyah Al-Asy'ariyyah 2 berusaha untuk menyelesaikannya
dengan mengembalikan persoalan itu pada kontek yang asli melaluii kajian
kitab-kitab Salafy (Kitab Kuning) yang muatan islamnya sangat dalam sehingga
out put yang dihasilkan benar-benar menguasai masalah-masalah keagamaan
2.
MADRASAH
DINIYAH WUSTHO-ULYA (UNTUK TINGKAT SMP DAN SMA)
Berawal dari
rasa kekhawatiran melihat kondisi masyarkat Islam pada umumnya, generasi muda
yang notabennya adalah tulang punggung Negara secara khususnya semakin menjauh
dari nilai-nilai agama yang telah disyariatkan oleh Robbul 'Izzati. Manusia diciptakan oleh Allah SWT,
sebagai kholifah dimuka bumi ini, yang diberi kemampuan akal yang lebih
dibanding mahluk yang lain, serta mempunyai pemahaman tentang agama secara
menyeluruh (kaffah). Pada sisi yang lain
keadaan generasi muda yang ada sekarang ini, adalah seperti gambaran diatas.
Berawal dari pemikiran tersebut seorang figur masyarakat yang bernama KH.
Muntaha Alh menggagas suatu diniyah yang sejajar dengan SMP dan SMA. Harapan
dari Beliau dengan diadakannya diniyah tersebut pola dan tata-cara (muammalah) para peserta didik yang ada di
dalamnya dapat menjadi Insanul kamil yaitu;
manusia yang senantiasa memijakkan hal kehidupannya dengan sendi-sendi agama.
3.
Program Tahfidzul Qur’an
Berlatar belakang PPTQ
al-Asy’ariyyah 2 adalah Pesantren yang berbasis Tahfidzul Qur’an, Namun masih
jarang atau sedikit sekali santri yang menghafalkan Al-Qur’an, kemudian dari
gagasan DR. K.H Abdurrahman Asy’ari, Alh, beliu membuat program Tahfidzul
Qur’an dan sekaligus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari berbagai
kalangan ketika menanyakan tentang basis pondok pesantren Al-Asy’ariyyah 2.